BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protein
merupakan suatu polipeptida yang memiliki struktur primer, sekunder, tersier
dan kuartener. Penentuan konsentrasi
protein merupakan proses yang rutin digunakan dalam kerja Biokimia. Ada beberapa metode yang biasa digunakan
dalam rangka penentuan konsentrasi preotein, yaitu metode Biuret, Lowry, dan
lain sebagainya. Masing-masing metode
mempunyai kekurangan dan kelebihan.
Pemilihan metode yang terbaik dan tepat untuk suatu pengukuran
bergantung pada beberapa faktor seperti misalnya, banyaknya material atau
sampel yang tersedia, waktu yang tersedia untuk melakukan pengukuran, alat spektrofotometri
yang tersedia (VIS atau UV).
Reagen
pendeteksi gugus-gugus fenolik seperti reagen folin dan ciocalteu telah
digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang kemudian
dikenal dengan metode Lowry. Dalam
bentuk yang paling sederhana reagen folin ciocalteu apat mendeteksi residu
tirosin (dalam protein) karena kandungan fenolik dalam residu tersebut mampu
mereduksi fosfotungsat dan fosfomolibdat, yang merupakan konstituen utama
reagen folin ciocalteu, menjadi tungsten dan molibdenum yang berwarna
biru. Hasil reduksi ini menunjukkan
puncak absorbsi yang lebar pada daerah merah. Sensitifitas dari metode folin
ciocalteu ini mengalami perbaikan yang cukup signifikan apabila digabung dengan
ion-ion Cu (Hermansyah,
2012).
1.2
Rumusan Masalah
Bagaiman cara untuk menentukan
konsentrasi protein ?
1.3 Tujuan Percobaan
Dari percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu
menentukan konsentrasi protein dengan metode Lowry.
1.4 Manfaat Percobaan
Masyarakat
mampu mengetahui dan memahami cara-cara pengukuran kadar protein dengan
menggunakan metode Lowry. Metode Lowry digunakan
dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. Metode ini dipercaya penuh oleh ahli
farmakologi dalam menentukan kadar protein.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Protein adalah sumber-sumber asam
amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau
karbohidrat. Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun
dari sejumlah L-asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida, berbobot
molekul tinggi dari 5000 sampai berjuta-juta. Protein terdiri dari bermacam-macam
golongan, makro molekul yang heterogen, walaupun demikian semuanya merupakan
turunan dari polipeptida dengan BM yang tinggi. Unsur yang ada dalam hampir semua
protein adalah hidrogen, oksigen, nitrogen, dan belerang. Ditinjau dari strukturnya, protein
dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan protein sederhana dan protein
gabungan. Protein sederhana adalah protein yang hanya terdiri dari
molekul-molekul asam amino, sedangkan protein gabungan adalah protein yang
terdiri dari protein dan gugus bukan protein.
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
secara kualitatif dan secara kuantitatif. Analisis protein secara kualitatif terdiri
atas reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi
Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan
analisis protein secara kuantitatif terdiri dari metode Kjeldahl, metode
titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan
metode spektrofotometri UV (Poedjiadi,
2007).
Sifat protein jika dilarutkan dengan asam klorida dan enzim
protease akan menghasilkan asam amino karboksilat. Disisi lain protein dapat mengalami
denaturasi yaitu perubahan struktur protein yang menimbulkan perubahan sifat
fisika, kimia dan biologi bila protein
dipanaskan dapat mengakibatkan gelombang elektromagnetik tertentu
contohnya bisa, kokain
kuman-kuman dan lain-lain. Spektrofotometri merupakan suatu
metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh
suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan
monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau
absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan
spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan
spektrofotometri. Spektrofotometer dapat
mengukur serapan di daerah tampak, UV (200-380 nm) maupun IR (> 750 nm). Monokromator pada spektrofotometer menggunakan kisi
atau prisma yang daya resolusinya lebih baik sedangkan detektornyamenggunakan
tabung penggandaan foton atau fototube.
Komponen utama dari spektrofotometer, yaitu sumber cahaya, pengatur
Intensitas, monokromator, kuvet, detektor, penguat (amplifier), dan indikator. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu
pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada
berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan
spektrum tertentu (Anwar, 1992).
Metode Spektrofotometer dengan untraviolet yang diserap bukan
cahaya tampak cahaya ultra ungu (Ultraviolet). Dalam Spektrofotometer ultra ungu energi
cahaya tampak terserap digunakan untuk transfuse electron. Karena energi Cahaya
Ultraviolet dapat menyebabkan transfuse elektron. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis
protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya
protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton.
Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali
dalam bentuk hormon.
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein
dengan metode Lowry ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau
karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium,
sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium, dan
kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan
interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk
mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan
EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel
dengan pengendapan protein (Kristiani, 2010).
Beberapa protein berisi unsur lain seperti besi yang terdapat dalam
hemoglobin, iodium terdapat dalam thiroglobin dan fosfor terdapat dalam kasein.
Molekul protein sangat besar, masa
molekulnya berkisar antara 10.000-25.000. oksihemoglobin dengan rumus molekul
(C783H 1166O208N203S2Fe4) mempunyai
massa molekul kurang lebih 65.000. Penyusun
protein adalah asam amino, yaitu asam organik yang mengandung gugus amimo (-NH2)
disamping gugus karboksilat (-COOH). Asam amino yang
terdapat di alam selalu berupa asam amino alpa , artinya gugus - NH2 selalu
terikat pada atom C- alpa, yaitu atom C di dekat gugus –COOH (Lehninger,
1998).
Asam amino yang terdapat di alam selalu berupa asam amino alpa, artinya
gugus -NH2 selalu terikat pada atom C- alpa, yaitu atom C di
dekat gugus –COOH. Asam amino yang dikenal banyak sekali
tetapi hanya 20 jenis yang termasuk penyusun protein alami. Gugus R disebut gugus samping, gugus
inilah yang membedakan sifat-sifat antara satu adam amino dengan asam amino
lainnya, sedangkan gugus lainnya sama untuk semua asam amino.
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain
(Folin-Ciocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan
dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara
500 - 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500
nm yang dapat
digunakan untuk
menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar
750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih sensitif untuk protein
konsentrasi rendah dibanding metode biuret (Soeharsono, 2006).
Protein dengan asam
fosfotungsat-fosfomolibdad pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang
intensitasnya bergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam
larutan, terlebih dahulu dibuat kurva standar yang melukiskan
hubungan antara konsentrasi dan optical dencity (OD).
Biasanya digunakan serum albumin. Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A
yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdad (1:1) dan larutan Lowry B yang
terdiri dari Na-carbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartat 2%. Cara penentuannya seperti berikut: 1 ml
larutan protein ditambah 5 ml Lowry B, digojong dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojong dan
dibiarkan 20 menit. Selanjutnya diamati
OD-nya.
Metode Lowry merupakan pengembangan
dari metode Biuret. Dalam metode ini
terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks
Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana
alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi
reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat
(phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat
reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang
memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri.
Berawal dari pemanfaatan alat spektrofotometer yaitu untuk mengukur jumlah
penyerapan zat suatu senyawa. Penyerapan cahaya
pada senyawa larutan tersebut, dalam spektrofotometri dapat digunakan sebagai
dasar atau pedoman dalam penentuan konsentrasi larutan atau senyawa secara
kuantitatif. Dalam pratikum ini penggunaan KMnO4 bertujuan
untuk memudahkan dalam pengenalan dan latihan awal spektrofotometri.
Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan
dan tyrosine-nya. Keuntungan metode
Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret (Sudarmaji,
1996).
Adapun uji yang lain yaitu Uji
Biuret adalah uji umum untuk protein (ikatan peptida), tetapi tidak dapat
menunjukkan asam amino bebas. Zat yang akan diselidiki mula-mula ditetesi
larutan NaOH, kemudian ditetesi larutan tembaga(II) sulfat yang encer. Jika terbentuk
warna ungu berarti zat itu mengandung protein. Uji Xantoproteat adalah uji
terhadap protein yang mengandung gugus fenil (cincin benzena). Apabila protein
yang mengandung cincin benzena dipanaskan dengan asam nitrat pekat, maka akan
terbentuk kuning yang kemudian menjadi warna jingga bila dibuat alkalis(basa)
dengan larutan NaOH.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 02 November 2012 pada pukul 13.30-17.00
WIB, yang bertempat di Laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan, Jurusan Biologi, Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung
reaksi, pipet, spektrofotometer, stopwatch, dan batang pengaduk atau vortex.
Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah 2% Na2CO3 dalam
0,1 N NaOH; 2,7% Natrium kalium Tartrat, 1% CuSO4 dalam H20,
1 N Reagen Folin-Ciocalteu (“reagen Fenol”), standar protein, dan larutan BSA
dengan konsentrasi antara 20-200 µm.
3.3 Cara Kerja
Dicampurkan
larutan protein standar dan air sehingga volumenya tidak melebihi 1,0 mL. Dicampurkan pula sampel protein dengan air sehingga
volume akhir 1,0 mL. Ditambahkan 5 mL
larutan Biuret yang telah disiapkan ke dalam masing-masing tabung. Inkubasi secara tepat 10 menit pada suhu
kamar. Selang waktu ini amatlah kritis.
Digunakan stopwatch (nyalakan start) ketika menambahkan larutan Biuret
pada tabung 2, dan seterusnya. Setelah 10 menit, tambahkan 0,5 mL reagen Fenol
ke dalam masing-masing tabung. Dikocok
segera dengan alat vortex atau pengadukan. Inkubasi selama 30 menit pada suhu
kamar. Waktu inkubasi ini dapat dimulai
(start) setelah penambahan atau pencampuran reagen Fenol ke dalam tabung
terakhir. Dibaca absorbsinya pada λ = 700 nm dengan alat spektrofotometer dengan
menggunakan tabung 1 sebagai blanko.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
Hasil Pengamatan
V2 larutan keseluruhan = 2 ml
M1 Larutan BSA = 20 ppm
A1 = 0,543 ; V BSA = 0 ml
A2 = 0,863 ; V BSA = 0,1 ml
A3 = 0,749 ; V BSA = 0,2 ml
A4 = 0,752 ; V BSA = 0,4 ml
A5 = 0,850 ; V BSA = 0,6 ml
A6 = 0,825 ; V BSA = 0,8 ml
A7 = 1,347 ; V BSA = 1,0 ml
A8 = 1,999 ; V BSA = 0 ml
4.2 Perhitungan
4.2.1 Nilai Konsentrasi M2
I. M1 × V1
= M2 × V2
20 × 0 = M2 × 2 ml
M2 = 

II. M1
× V1 = M2 × V2
20 × 0,1 = M2 × 2 ml
M2 = 

III. M1
× V1 = M2 × V2
20 × 0,2 = M2 × 2 ml
M2 = 

IV. M1
× V1 = M2 × V2
20 × 0,4 = M2 × 2 ml
M2 = 

V. M1
× V1 = M2 × V2
20 × 0,6 = M2 × 2 ml
M2 = 

VI. M1
× V1 = M2 × V2
20 × 0,8 = M2 × 2 ml
M2 = 

VII. M1 × V1
= M2 × V2
20 × 1,0 = M2 × 2 ml
M2 = 

VIII. M1
× V1 = M2 × V2
20 × 0 = M2 × 2 ml
M2 = 

4.2.2 Tabel 1
No
|
Tabung
|
Konsentrasi (ppm)
|
1
|
I
|
0 ppm
|
2
|
II
|
1 ppm
|
3
|
III
|
2 ppm
|
4
|
IV
|
4 ppm
|
5
|
V
|
6 ppm
|
6
|
VI
|
8 ppm
|
7
|
VII
|
10 ppm
|
8
|
VIII
|
0 ppm
|
4.2.3 Tabel 2
No
|
Absorbansi
|
Konsentrasi
|
1
|
0,543
|
0 ppm
|
2
|
0,863
|
1 ppm
|
3
|
0,749
|
2 ppm
|
4
|
0,752
|
4 ppm
|
5
|
0,850
|
6 ppm
|
6
|
0,825
|
8 ppm
|
7
|
1,347
|
10 ppm
|
8
|
1,999
|
0 ppm
|
4.3 Pembahasan
Spektrofotometri merupakan metode
analisis yang didasarkan pada besarnya nilai absorbsi suatu zat terhadap
radiasi sinar elektromagnetik. Prinsip kerja spektrofotometri adalah dengan
menggunakan spektrofotometer yang pada umumnya terdiri dari unsur-unsur seperti
sumber cahaya, monokromator, sel, fotosel, dan detektor. Spektrofotometer adalah alat untuk
mengukur transmitansi atau absorbs cahaya (pernyerapan) oleh suatu sampel
sebagai fungsi dari panjang gelombang dan dibandingkan dengan standart
tertentu. Selain itu juga digunakan untuk mengukur sederetan sampel pada suatu
panjang gelombang tunggal. Meskipun ada yang menggunakan sinar rangkap, tetapi
peralatan sama seperti sistem sinar tunggal.
Prinsip
kerja alat spektrofotometer yaitu cahaya dari sumber cahaya yang masuk ke
monokromator dan didispersikan menjadi cahaya monokromatis. Cahaya monokromatis
ditransmisikan melalui sel sampel dalam tempat sampel dan jatuh pada detector,
kemudian dikonversikan sinyal listrik yang memperkuat dan tercatat pada
rekorder.
Sedangkan
pada dasarnya analisis secara spektrofotometer dilakukan dengan cara
pembentukan cahaya senyawa berwarna dengan pereaksi-pereaksi tertentu dan
setiap warna mempunyai intensitas tertentu. Intensitas cahaya yang dihasilkan
diukur dengan spektrofotometer.
Dengan mengukur transmitans larutan
sampel, dimungkinkan untuk menentukan konsentrasinya dengan menggunakan hukum
Lambert-Beer. Spektrofotometer akan mengukur intensitas cahaya melewati sampel (I), dan membandingkan ke intensitas
cahaya sebelum melewati sampel (Io). Rasio disebut transmittance, dan biasanya dinyatakan dalam persentase
(%T) sehingga bisa dihitung besar absorban (A) dengan rumus A = -log %T.
Pada percobaan ini digunakan telur
ayam kampung. Hal ini disebabkan karena telur
ayam kampung yang asli mempunyai kelebihan protein yang tinggi dibandingkan telur ayam yang lain, sehingga
memudahkan dalam pengujian protein. Analisis kimia pada dasarnya terbagi
menjadi dua pekerjaan utama yang dikenal dengan analisis secara kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif adalah pekerjaan yang bertujuan untuk
mengetahui senyawa-senyawa yang terkandung dalam sampel uji. Contohnya
pengamatan perubahan warna larutan sampel pada tabung reaksi. Analisis
kuantitatif adalah pekerjaan yang bertujuan untuk mengetahui kadar suatu
senyawa dalam sampel. Contohnya perhitungan konsentrasi.
Reaksi Biuret merupakan reaksi atau
metode yang digunakan untuk mengetahui atau membuktikan keberadaan ikatan
peptida pada suatu larutan. Keberadaan ikatan peptida ini menunjukkan bahwa
larutan tersebut mengandung salah satu sumber energi bagi tubuh yaitu protein. Perubahan
warna ungu pada larutan putih telur menunjukkan larutan tersebut mengandung
protein. Pada masing-masing tabung, mengalami perubahan warna menjadi biru
setelah ditetesi biuret. Semakin pekat warna biru, semakin tinggi pula kadar
protein yang dikandungnya.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang kami
lakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :
1.
Bahan makanan yang mengandung protein
jika ditetesi dengan larutan biuret akan berubah wana menjadi ungu.
2.
Semakin pekat warna biru, semakin tinggi
pula kadar protein dalam bahan makanan tersebut.
3.
Larutan biuret merupakan reaksi atau
metode yang digunakan untuk mengetahui atau membuktikan keberadaan ikatan
peptida pada suatu larutan.
4.
Digunakan telur ayam
kampung karena telur ayam kampung mempunyai kelebihan protein yang tinggi dibandingkan telur ayam yang lain, sehingga
memudahkan dalam pengujian protein.
5.
Larutan BSA digunakan
sebagai sampel umum yang biasa digunakan dalam pengujian protein.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, F. 1992. Penetapan
Zat Gizi Dalam Makanan. Bogor: IPB
Hermansyah, dkk. 2012. Penuntun Praktikum Biokimia. Inderalaya:
MIPA UNSRI
Kristiani. 2010. Petunjuk
Praktikum Kimia.
Salatiga: UKSW
Lehninger. 1998. Dasar Biokimia Jilid 1.
Jakarta: Erlangga
Poedjiadi,
Anna. 2007. Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press
Soeharsono.
2006. Biokimia 1. Yogyakarta: UGM
Press
Sudarmaji. 1996. Analisa Bahan. Yogyakarta: Liberty
0 komentar:
Posting Komentar